“ Carut Marut Dunia Hukum Kita,
Ketika Hukum Menjadi Alat Hukum Penguasa”
Kita
mengetahui bahwa Indonesia merupakan negara hukum, hal tersebut dinyatakan
dalam pasal 1 ayat 3 UUD 1945 hasil amandemen.
Berdasarkan rechstaat sebagai landasan konseptual, itu menggambarkan
bahwa Indonesia tanpa adanya konstitusi pun merupakan negara yang selalu
berdasarkan hukum.
Hukum adalah sekumpulan peraturan yang
dibuat yang sifatnya mengikat dan memaksa. Apabila dalam aturan tersebut
dilanggar maka ada punishment
tersendiri dari hukum yang ada. Sejatinya hukum tidak memandang status, jabatan
maupun kedudukan, siapapun yang melanggar dari peraturan tersebut maka akan
mendapatkan hukuman.
Namun
hukum yang berkembang di Indonesia saat ini, hanya sebagai kumpulan pasal
perpasal yang dibuat menjadi media maupun sebagai alat beberapa penguasa untuk mengeruk keuntungan yang sebesar besarnya.
Penegakan
hukum yang ada di Indonesia pun begitu loyo.
Bukan menjadikan sandaran untuk keadilan dan memecahkan masalah, namun menjadi
jembatan dalam beberapa golongan mencapai kepentingan dirinya sendiri.dan hal
itulah yang terjadi di negara ini. Dan kita mengetahui secara jelas bahwa,
Hukum menjadi permainan yang asik untuk para penguasa dalam menentukan
kekuasaanya (politik). Hal inilah yang menjadi salah satu faktor penyabab
hancurnya penegakkan hukum di Indonesia.
Kita
bisa lihat di media masa maupun di berbagai surat kabar. Beberapa penegak hukum
tersandung kasus suap maupun money laundry. Kasus-kasus tersebut antara lain.
1. 11
Februari KPK menangkap Jaksa Dwi Seno Widjanarko asal Kejaksaan Negeri
Tangerang di kawasan Pondok Aren, Bintaro, Tangerang. Dia diduga memeras Agus
Suharto, pegawai BRI Unit Juanda, Ciputat. Upaya pemerasan terhadap Agus
suharto ini diduga terkait dengan perkara penggelapan sertifikat di BRI cabang
Juanda, Ciputat, Tangerang Selatan yang ditangani Jaksa Seno. Atas
perbuatannya, Seno disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e Undang Undang No 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi.
2. 4
Oktober KPK menahan FL (Bupati Nias Selatan periode 2006 s.d. 2011) dalam
dugaan tindak pidana korupsi memberikan sesuatu kepada pegawai negeri atau
penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelanggara
negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan
dengan kewajiban.
3. KPK
menetapkan Timas Ginting selaku pejabat pembuat komitmen di Direktorat Jenderal
Pembinaan Pengembangan Sarana dan Prasarana Kawasan Transmigrasi (P2MKT)
Kemenakertrans sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan Pembangkit
Listrik Tenaga Surya (PLTS), kasus ini juga menyeret Muhammad Nazaruddin dan
istrinya Neneng Sri Wahyuni sebagai tersangka.
4. 26
September Penyidik KPK menahan tersangka ME (Bupati Kabupaten Seluma)dalam
pengembangan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi pemberian hadiah di Pemerintah
Kabupaten Seluma.
5. 28
September KPK menetapkan RSP (mantan Kepala Pusat Penanggulangan Krisis
Departemen Kesehatan selaku Kuasa Pengguna Anggaran merangkap Pejabat Pembuat
Komitmen) sebagai tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan
alat kesehatan I untuk kebutuhan Pusat Penanggulangan Krisis Departemen
Kesehatan dari dana DIPA Revisi APBN Pusat Penanggulangan Krisis Sekretariat
Jenderal Departemen Kesehatan Tahun Anggaran 2007[11]
6. 8
September KPK menahanan tersangka B (pemimpin Tim Pemeriksa BPK-RI di Manado)
dan MM (anggota tim Pemeriksa BPK-RI di Manado) atas dugaan penerimaan sesuatu
atau hadiah berupa uang dari JSMR Wali Kota Tomohon periode 2005 s.d. 2010
terkait pemeriksaan Laporan Keuangan Daerah Kota Tomohon Tahun Anggaran (TA)
2007.
7. 25
Agustus KPK menangkap Kabag Program Evaluasi di Ditjen Pembinaan Pembangunan
Kawasan Transmigrasi (P2KT) Dadong Irba Relawan , Sesditjen P2KT I Nyoman
Suisnaya dan direksi PT Alam Jaya Papua Dharnawati terkait kasus korupsi di
Kemenakertrans , kasus ini juga membuat menakertrans Muhaimin Iskandar dan
menkeu Agus Martowardojo diperiksa.
8. 13
Agustus KPK menahan mantan bendahara umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin
sebagai tersangka kasus suap proyek Wisma Atlet SEA Games setelah ditangkap di
Cartagena, Colombia pada tanggal 6 Agustus 2011 dan tiba di Jakarta, pada 13
Agustus 2011. Dalam upaya untuk menangkap Muhammad Nazaruddin yang buron, KPK
melayangkan permohonan penerbitan Red Notice pada tanggal 5 Juli 2011 kepada
Kepolisian RI yang diteruskan kepada Interpol. Sebelumnya KPK telah melakukan
permintaan pencegahan terhadap Muhammad Nazaruddin kepada Kementerian Hukum dan
HAM pada tanggal 24 Mei 2011.
9. 1
Juni KPK menangkap tangan seorang hakim Pengadilan Hubungan Industrial Imas
Dianasari di daerah Cinunu, Bandung, Jawa Barat karena menerima uang dari
seseorang berinisial OJ yang diduga merupakan karyawan PT OI.
10. 2
Juni KPK menangkap tangan Hakim Syarifuddin diduga menerima suap Rp250 juta
dari kurator PT Skycamping Indonesia (PT SCI), Puguh Wirawan. Selain uang Rp250
juta, KPK juga menemukan uang tunai Rp142 juta, US$116.128, Sin$245 ribu, serta
belasan ribu mata uang Kamboja dan Thailanddi rumah dinas Syarifudin.
11. 2
Juni KPK menangkap basah seorang Hakim pengawas di Pengadilan Niaga Jakarta
yang diduga menerima uang suap di daerah Sunter Jakarta Utara. Dia diduga
menerima suap dari kasus kepailitian.
12. 22
November Penyidik KPK menangkap tangan jaksa Kasub Bagian pembinaan di
Kejaksaan negeri Cibinong bernama Sisyoto bersama pengusaha E, AB dan satu
orang sopir. Dalam penangkapan itu petugas KPK menemukan uang Rp 100 juta yang
diduga merupakan suap untuk Jaksa Sisyoto.
13. 11
Desember Kepolisian Thailand menangkap Nunun Nurbaetie, tersangka kasus cek
pelawat yang menjadi buronan internasional. Ia ditangkap di sebuah rumah
kontrakan yang berada di Distrik Saphan Sung, Bangkok, Thailand. Selanjutnya
Nunun diserahkan ke KPK dan diterbangkan ke Indonesia.
Dengan
adanya kasus tersebut, maka secara otomatis, hukum di Indonesia telah tercemar,
dengan adanya penguasa, yang memiliki intrik-intrik khusus, untuk memperkaya
diri.
Dengan
demikian, lembaga hukum dimata masyarakat adalah lembaga yang memperjual
belikan hukum dan kekuasaanya. Dan saat inilah, para masyarakat, tidak memiliki
keercayaan lagi terhadap para penegak keadilan (krisis kepercayaan).
Di
tahun 2013 silam, salah satu mantan MK Akil Muchtar menambah bopengnya wajah
hukum di Indonesia. Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan
didakwa bersama-sama dengan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah menyuap Akil
Mochtar sebesar Rp 1 miliar melalui pengacara Susi Tur Andayani. Dengan
maksud agar Akil Mochtar selaku ketua panel hakim mengabulkan permohonan
perkara konstitusi yang diajukan Amir Hamzah-Kasmin sebagai pasangan calon
bupati dan wakil bupati Lebak periode 2013-2018.
Pasangan
Amir Hamzah-Kasmin mengajukan permohonan agar MK membatalkan keputusan KPU
tanggal 8 September 2013 tentang rekapitulasi hasil perhitungan perolehan suara
tingkat kabupaten. Mereka juga memerintahkan KPU Lebak melaksanakan pemungutan
suara ulang di semua TPS.
Pada
tanggal 31 Agustus 2013, Pilkada Lebak diikuti 3 pasang calon, yakni Pepep
Faisaludi-Aang Rasidi, Amir Hamzah-Kasmin, dan Iti Oktavia Jayabaya-Ade
Sumardi. KPU pada 8 September 2013 menetapkan pasangan nomor urut 3, Iti
Oktavia Jayabaya-Ade Sumardi, sebagai pasangan calon terpilih.
Atas
hasil rapat pleno KPU tersebut, pada 9 September 2013 dilakukan pertemuan di
Hotel Sultan, Jalan Gatot Subroto, yang dihadiri Ratu Atut Chosiyah, Rudi
Alfonso, Amir Hamzah, dan Kasmin. Dalam pertemuan tersebut dibicarakan
langkah-langkah mengajukan gugatan perkara konstitusi ke MK.
Gugatan
ini diajukan Amir Hamzah-Kasmin pada 11 September 2013. Untuk memeriksa
permohonan ini, Akil menjadi ketua panel hakim didampingi Maria Farida Indrati
dan Anwar Usman sebagai anggota.
Pada
22 September 2013, di lobi Hotel JW Marriot Singapura, Wawan mengikuti
pertemuan Ratu Atut dan Akil Mochar. Dalam pertemuan tersebut Atut meminta Akil
untuk membantu memenangkan Amir Hamzah dan Kasmin dalam perkara terkait Pilkada
Lebak. "Dan akan disediakan uang untuk pengurusan perkaranya melalui
terdakwa (Wawan)," ujar Jaksa.
Selanjutnya,
pada 25 September 2013, Wawan menerima SMS dari Akil Mochtar yang meminta
bertemu untuk membahas pengurusan gugatan. Isi SMS yang dikirim, "Lebak
siap dieksekusi, bisa ketemu malam ini? Ke Widya Chandra III No.07 jam 8 malam
ya."
Pada
tanggal 28 September 2013, Susi Tur Andayani memberi tahu Akil Mochtar melalui
telepon mengenai pertemuan dengan Ratu Atut. Akil kemudian meminta Susi Tur
menyampaikan ke Ratu Atut untuk menyiapkan uang Rp 3 miliar. "Suruh dia
siapkan tiga M-lah biar saya ulang," ujar Akil kepada Susi Tur Andayani.
Atas
permintaan Atut ini, Wawan menyampaikan ke Susi Tur dirinya hanya bersedia
menyiapkan uang sebesar Rp 1 miliar untuk diberikan ke Akil Mochtar yang akan
diserahkan melalui Susi. Pada 1 Oktober 2013, Susi mengirim SMS ke Akil
menyampaikan uang Rp 1 miliar yang disiapkan.
Susi
meminta Akil menerima Rp 1 miliar dan menjanjikan akan menagih sisa uangnya.
Untuk memenuhi permintaan uang Akil yang akan diserahkan melalui Susi, Wawan di
kantornya, PT BPP gedung The East Jalan Lingkar Mega Kuningan, Jaksel, meminta
stafnya di bagian keuangan bernama Ahmad Farid Asyari mengambil uang Rp 1
miliar dari Muhammad Awaluddin yang diambil dari kas PT BPP Serang melalui
Yayah Rodiah.
Setelah
itu, uang Rp 1 miliar diserahkan Ahmad Farid ke Susi Tur di apartemen Allson,
Jalan Senen Raya, Jakpus. Pada tanggal 2 Oktober, Wawan dihubungi Susi melalui
SMS yang memberitahukan permohonan Amir Hamzah dimenangkan MK.
Selanjutnya,
Susi Tur ditangkap petugas KPK di rumah Amir Hamzah, sedangkan tas warna biru
berisi uang Rp 1 miliar disita petugas KPK dari rumah orangtua Susi Tur di
Jalan Tebet Barat Nomor 30 Jaksel. Pada tanggal 3 Oktober, Wawan juga ditangkap
petugas KPK di rumahnya di Jalan Denpasar IV, Jaksel.
Dari
kronologis tersebut, kita bisa melihat bahwa tak adanya suatu tanggung jawab
sebagai aparat hukum, untuk mengayomi dan memberikan perlindungan hukum. Namun kekuasaan
dipejual belikan.
Tak
sepantasnya sebagai aparat hukum, yang mengetahui dan mempelajari ilmu hukum
melakukan hal sedemikian. Memperjualkan keadilan hanya demi kepentingan
golongan